30/01/11

Apa itu crossover?

Dulu waktu pertama main2 speaker, saya juga ga tau, “Binatang apa crossover itu?”
Tapi ternyata crossover merupakan salah satu pemain kunci dalam pembuatan sebuah speaker. Crossover, ane singkat XO aja biar cepet ngetiknya, tapi bukan XO minuman keras, lhoo…

XO, nama lainnya rangkaian tapis. Pekerjaan utamanya, memilah / membagi frekuensi yang entarnya diterusin ke driver (woofer atau tweeter kalo di 2-way). Yang paling bergantung dengan keberadaan rangkaian xo ini adalah tweeter, karena dia ngga didesain utk membunyikan frekuensi rendah, baik dari konstruksi membrannya maupun voice coilnya (kumparan kawat di dalamnya). Kalo sampe ada frekuensi rendah yang tembus ke tweeter, biasanya tweeter ga langsung mati sih, tapi hajaran low freq ke tweeter akan berbunyi ‘ngeprek’ spt barang tipis disentil jari, “prek…prek…” gitu. Kalo membran tweeter dipegang, terasa bergetar keras. Kalau dibiarkan, siap-siap keilangan tweeter karena voice coil putus. Memang ada tweeter yang ber-ferro fluid. Fungsi ferro fluid di tweeter mirip seperti radiator mobil, dia bekerja mendinginkan coil sehingga coil lebih tahan, tapi tetap bukan utk dihajar frekuensi rendah, maksudnya lebih supaya tweeter bisa bekerja dengan rating daya yang cukup besar dengan aman. Kalo dihajar frek rendah secara kontinyu, ya putus juga tu tweeter walopun ada ferro fluidnya.

Kalau woofer, masih gapapa dilangsungin tanpa xo juga. Tapi sebaiknya tetap dikasih xo utk woofer, karena pada frekuensi tinggi, sekalipun ngga bikin woofer putus, tapi akan keluar suara yang tidak musikal karena gejala cone break-up istilah teknisnya. Kalau pake xo, hal ini bisa dihindari.

XO (crossover) kalau dibagi berdasarkan apa yah… berdasarkan posisi barangkali ya, dibagi jadi 2 yaitu:

1. active xo / xo aktif : ini letaknya di depan amplifier (maksudnya secara skema), jadi posisi xo sebelum penguat akhir. Aplikasi gini lazim dipake di pro-audio. Pertimbangan utamanya utk efisiensi baik dari biaya maupun bobot. Pada sistem 2-way audiopro, active xo kemudian dibarengi dengan bi-amping, satu ampli mendrive tweeter dan satu ampli mendrive woofer/fullrange driver. Secara perhitungan teknis, active xo memang lebih mudah didesain karena impedance yang dihadapi adalah konstan yaitu impedance amplifier, sementara pada passive xo, impedance berubah terhadap frequency. Active xo juga lebih hemat, karena komponennya relatif lebih kecil dan murah karena arus yang lewat juga masih arus pre-amplified, lain dengan passive xo yang harus menangani arus keluaran amplifier yang jauh lebih besar.

2. passive xo / xo pasif : xo ini letaknya di belakang amplifier (secara skema), jadi setelah lewat amplifier. Xo jenis berada dalam speaker pasif, dan jenis ini yang mungkin lebih umum kita kenal. Barangnya ga keliatan karena ada di dalam box speaker. Spt uda disebutin sekilas di atas, xo pasif lebih sulit didesain karena menghadapi impedansi yang berubah-ubah terhadap frekuensi.

Kenapa active xo umum dipakai di aplikasi audiopro (tata suara panggung / ‘live’ music) ? Banyak pertimbangannya, tapi utamanya sih efisiensi, baik bobot/berat, biaya dan waktu. Amplifier di-dekat-kan sedekat mungkin dengan speaker, supaya kabel speaker bisa sependek mungkin.

Fyi, di aplikasi audiopro, lazim pakai daya 500w rms (bukan PMPO ya) bahkan lebih. Daya sebesar itu tentunya menuntut spesifikasi kabel speakernya yg jauh berbeda dengan sistem audio rumah yang berdaya kecil. Daya besar paling tidak menuntut kabel speaker berdiameter besar yang identik dengan berat dan … mahal.

Supaya lebih murah, amplifier dimasukkan sekalian ke dalam box, supaya kabel speaker nyaris tidak ada lagi (jadi internal wiring only di dalam box speaker). Tapi kalau pakai passive xo, maka jadi mahal lagi, karena induktornya juga harus berdiameter besar supaya kuat dilewati arus besar, induktor nilai yang sama antara diameter 0.8mm dengan 1.2mm saja, harganya bisa nyaris 2x lipat. Juga capacitor dan resistor harus punya rating wattage yg mencukupi utk arus yang bakal lewat. Maka active xo jauh lebih efisien. Konsekuensi bi-amping pun masih terbilang lebih hemat. Bahkan pada bi-amping, ampli yang bertugas mendrive tweeter bisa menggunakan ampli berdaya lebih kecil, karena toh tweeter umumnya punya sensitivity yang lebih tinggi dari woofer. Dengan sistem active speaker begini, praktis hemat waktu pula. KASKUS

5 komentar:

Skema Subwoofer Lapangan 18" - Bass Reflek

Skema Subwoofer Lapangan 18" model bass reflek. Berikut ini skema-skema Subwoofer untuk outdoor, yang belum pernah nyoba, silah dicoba....